Budaya Batak Di Simanindo
Budaya batak toba adalah budaya yang unik, terkesan mistis, dan terkenal di beberapa tempat dalam skala nasional maupun internasional. Dimulai dari upacara adat yang nyaris sempurna, setiap gerakan, alat, dekorasi, bahkan busana memiliki arti tersendiri. Hal inilah yang membuat Tanah Batak dan budayanya sebagai salah satu penarik wisatawan di Simanindo yang unik dan diminati oleh setiap pengunjung. Mayoritas suku masyarakat Simanindo merupakan Batak Toba yang memiliki banyak kisah menarik tentang cerita nenek moyang/para Raja, dan peninggalan benda-benda bersejarah.
Anda dapat mengetahui berbagai properti adat yang dimiliki oleh Batak Toba dengan meng-klik info disamping.
Apabila anda ingin mengetahui secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat batak pada zaman dahulu, upacara adat batak, serta beberapa peninggalannya, silahkan melirik sejenak ke artikel dibawah ini.
Budaya sebagai salah satu faktor pendukung objek wisata di Simanindo unik dan diminati oleh setiap pengunjung.
Banyak kisah menarik tentang cerita nenek moyang/para Raja seperti cerita patung Sigalegale dan peninggalan benda-benda bersejarah. Hal inilah yang menjadi ketertarikan bagi wisatawan, khususnya wisatawan manca negara untuk menyaksikan secara langsung pertunjukan kebudayaan dan kisah leluhur batak yang dapat dilihat di museum Huta Bolon, Simanindo. Parawisatawan sangat tertarik dengan tor-tor , ukiran, bentuk rumah adat yang menggambarkan nuansa Batak, cerita, dan upacara adat yang dulu dilakukan oleh Raja. Barang-barang bersejarah tidak hanya diceritakan keunikanya, tetapi juga dibuat tiruannya untuk dijual dan dijadikan sebagai kenang-kenangan atau kebanggaan telah datang mengunjungi Simanindo. Barang-barang yang dijual antara lain Ulos yang memiliki makna tersendiri yang tersirat, tergantung pada motifnya dan jenisnya masing-masing, ukiran rumah batak, alat musik hasapi, pakaian dengan tulisan "Toba Lake", dan lukisan.
Sejarah Museum
Huta Bolon
Saat Belanda berkuasa di Sumatera Utara, mereka mengangkat seorang raja untuk mengepalai nagari dengan menunjuk Raja Sidahuruk sebagai penguasa. Nah, museum Huta Bolon merupakan tempat tinggal Raja Sidahuruk. Beberapa koleksi museum adalah benda-benda peninggalan sang raja. Satu lagi yang menarik di museum ini adalah pesta adat Mangalahat Horbo. Upacara ini sangat memukau bule-bule yang berkunjung lantaran mereka menganggapnya unik.
Untuk bisa menikmati pesta adat tersebut, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 50.000,-. Dengan harga tiket tersebut pengunjung sudah dapat menyaksikan secara langsung setiap kegiatan upacara adat yang dilakukan dulunya, sejarah, museum, dan menjadi penari batak sehari sebagai tempat peninggalan benda-benda kerajaan. Dengan tiket sebesar itu, pengunjung diberikan lembaran informasi tentang museum agar memahami makna pesta adat. Ada sembilan bahasa yang mereka sediakan, antara lain Indonesia, Inggris, Spanyol, Belanda, Jepang dan Rusia. Menurut Onsan, Huta Bolon adalah sebuah kampung tua. Huta berarti kampung tradisional orang Batak yang dikelilingi benteng dengan tanaman bambu guna menghalangi musuh masuk ke dalam. Huta hanya mempunyai satu pintu gerbang. Rumah di dalam Huta berbaris di samping kanan dan kiri rumah raja. Rumah raja dinamakn Rumah Bolon. Dihadapan Rumah Bolon terdapat lumbung padi diberi nama Sopo. Dari depan Sopo ini pengunjung bisa menyaksikan upacara adat atau duduk di bangku yang terbuat dari batu.
Nah, kalau kamu ingin masuk ke museum ini cukup membayar biaya masuk sebesar Rp5.000,00 saja maka kamu bisa menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah Batak di museum ini.
Selain refreshing, liburan, dan bersenang-senag, ada cara lain untuk menikmati liburan sambil belajar sejarah dan sekilas tentang budaya di Tanah Batak khususnya Simanindo. Huta Bolon adalah salah satu museum yang menyimpan 1001 kisah tentang keunikan yang terjadi pada masyarakat batak pada jaman dulu. Berikut cerita Sigalegale dan sekilas tentang budaya:
Upacara Memotong Kerbau
Dahulu halaman tengah antara Rumah Bolon dan Sopo digunakan sebagai tempat Mangalahat Horbo. Arti Mangalahat Horbo adalah acara adat memotong kerbau dan memukul gendang. Disana didirikan sebuah tonggak dihiasi dengan daun-daun melambangkan pohon suci. Tonggak bernama Borotan, di Borotan itulah kerbau digiring serta disembelih. Oslan menuturkan, pesta adat dilakukan sekitar 10 orang. Lima perempuan dan lima lelaki, mereka nantinya akan menari diiringi musik yang berada di dalam Rumah Bolon.
Tahapan-tahapan pesta adat Mangalahat Horbo adalah melakukan
- Gondang Lae-lae, doa kepada dewata agar kerbau tidak bertingkah jelek sewaktu digiring ke Borotan. Kepercayaan orang Batak zaman dahulu setiap tingkah laku kerbau merupakan tanda baik atau buruk terhadap sebuah pesta.
- Gondang Mula-mula, doa kepada dewa pencipta bumi, langit dan segala isinya agar dianugerahkan putra dan putri, membawa kekayaan, menjauhkan bala dan menyembuhkan segala penyakit kepada yang menyelenggarakan pesta.
- Gondang Mula Jadi, tarian untuk mengatakan bahwa doa telah dikabulkan oleh dewata atau Tuhan.
- Gondang Sahata Mangaliat, orang berpesta menari dengan mengelilingi tonggak atau Borotan penyembelih kerbau. Kerbau selanjutnya disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada yang berpesta serta kepada yang berhak menerima sesuai dengan adat yang ditentukan.
- Gondang Marsiolop-olopan, orang berpesta saling memberi selamat kepada sesama.
- Gondang Siboru, tari untuk para pemuda. Ketika pemuda menari datanglah puteri yang masing-masing mengharapkan agar pemuda melamarnya. - Gondang Sidoli, tari untuk para pemudi. Saat pemudi menari datanglah pemuda untuk mendekati seorang puteri yang dicintainya dan didambakan. Sebagai tanda pemuda mencintai puteri, dia akan memberi sejumlah uang.
- Gondang Pangurason, roh nenek moyang berpesta datang dan menyusup pada tubuh salah satu seorang penari dan memberi berkat kepada mereka. Tari bersama, semua tamu diajak menari bersama tuan rumah yang mengadakan pesta. Tortor Tunggal Panaluan, tari diperankan seorang dukun untuk berkomunikasi dengan dewata Natolu meminta sesuatu seperti meminta hujan, keturunan atau kesuksesan dalam kehiduapan.
- Ditutup dengan Gondang Sigale-gale, sebuah tari boneka terbuat dari kayu mirip manusia.
Kisah Si Kayu Menari
Dahulu kala ada seorang Raja yang sangat bijaksana yang tinggal di wilayah Toba. Raja ini hanya memiliki seorang anak, namanya Manggale. Pada zaman tersebut masih sering terjadi peperangan antar satu kerajaan ke kerajaan lain. Raja ini menyuruh anaknya untuk ikut berperang melawan musuh yang datang menyerang wilayah mereka. Pada saat peperangan tersebut anak Raja yang semata wayang tewas pada saat pertempuran tersebut. Sang Raja sangat terpukul hatinya mengingat anak satu-satunya sudah tiada, lalu Raja jatuh sakit. Melihat situasi sang Raja yang semakin hari semakin kritis, penasehat kerajaan memanggil orang pintar untuk mengobati penyakit sang Raja.
Dari beberapa orang pintar (tabib) yang dipanggil mengatakan bahwa sang Raja sakit oleh karena kerinduannya kepada anaknya yang sudah meninggal.
Sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan agar dipahat sebuah kayu menjadi sebuah patung yang menyerupai wajah Manggale, dan saran dari tabib inipun dilaksanakan di sebuah hutan. Ketika Patung ini telah selesai, Penasehat kerajaan mengadakan satu upacara untuk pengangkatan Patung Manggale ke istana kerajaan. Sang tabib mengadakan upacara ritual, meniup Sordam dan memanggil roh anak sang Raja untuk dimasukkan ke patung tersebut. Patung ini diangkut dari sebuah pondok di hutan dan diiringi dengan suara Sordam dan Gondang Sabangunan. Setelah rombongan ini tiba di istana kerajaan, Sang Raja tiba-tiba pulih dari penyakit karena sang Raja melihat bahwa patung tersebut persis seperti wajah anaknya.
Inilah asal mula dari patung Sigale-gale (Patung putra seorang Raja yang bernama Manggale).
Parhalaan
Bukan hanya dengan batu Siungkap-ungkapon saja ternyata masyarakat Bakara menentukan musim tanam yang baik atau untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Tetapi sepertinya bukan hanya masyarakat Bakara yang menggunakan Parhalaan, kemungkinan di daerah-daerah lain masih menggunakannya.
Parhalaan atau kalender Batak, membagi satu tahun terdiri dari 12 bulan, dan satu bulan terdiri dari 30 hari, berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Bulan pertama (bulan Sipaha Sada), bulan kedua (bulan Sipaha Dua), dan seterusnya bulan kesebelas (bulan Li) dan bulan keduabelas (bulan hurung). Dan uniknya di kalender Batak terdapat bulan ke-13 dalam lima atau enam tahun disebut bulan lobi-lobi atau bulan madu. Mungkin hanya beberapa orang yang mengetahui tentang keberadaan bulan ke-13 tersebut. Mungkin itulah keunikan dari kalender Batak berbeda dengan kalender pada umumnya.
Tahun baru atau permulaan tahun dalam bahasa Batak disebut
Bona Taon (pangkal tahun). Pada Bona Taon biasanya masyarakat Batak merayakannya dengan berkumpul dengan keluarga atau berkumpul satu kampung dan makan bersama, berdoa bersama sebagai ucapan syukur kepada Tuhann Yesus Kristus karena masih diberi kesempatan atau kesehatan hingga ke Bona Taon.
Parhalaan terbuat dari bambu dan kayu, dimana pada ruas bambu berisi ukiran berupa gambar dengan simbol-simbol yang dipergunakan untuk menandai hari baik, netral atau tidak baik (panjujuron ari). Parhalaan sebagai salah satu panduan untuk menentukan masa bertanam padi, panen, mengadakan pesta adat, perjalanan jauh, memasuki rumah baru, mengetahui peredaran bulan dan bintang, serta waktu yang tepat untuk ritual religi.
By: Andika Silalahi
Posting Komentar
Posting Komentar